top of page
Chandra Kuntjoro-Jakti

Mengobservasi Tanpa Menghakimi

Di akhir tahun 2021 ini saya ingin bercerita tentang bagaimana ritme di dalam meditasi bisa kita bawa ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga kegiatan yang tadinya terasa sederhana bisa menjadi sebuah pengalaman berharga.


Saya ada banyak cerita tentang hasil observasi saya atas berbagai hal di luar latihan yoga, tapi kali ini saya ingin bercerita tentang binatang peliharaan yang beberapa bulan terakhir ini membuat saya terkesima.


Izinkan saya bercerita sedikit tentang latar belakang saya dengan binatang peliharaan. Ketika saya berusia 5 sampai 13 tahun, saya selalu punya kucing sebagai binatang peliharaan. Saya sangat hands-on dengan kucing-kucing ini seperti membawa mereka ke dokter hewan untuk vaksinasi atau pada saat mereka sakit; tetapi karena saya sekolah tiap hari jadi tentunya urusan kucing-kucing ini dibantu oleh orang tua saya dan asisten rumah tangga kami.


Ketika saya berusia 12 tahun dan kucing kami tinggal seekor, saya diberikan anjing oleh teman orang tua saya. Itulah saat pertama kali saya belajar mengurus hewan peliharaan sendiri. Setiap pagi dan malam saya yang memberi makan, dan hanya makan siang yang diberikan oleh orang rumah karena saya bersekolah. Jalan pagi anjing saya dibantu oleh ayah saya karena saya berangkat ke sekolah sekitar jam 6.15, sedangnya sorenya saya yang selalu membawa dia jalan-jalan. Tentu saja saya dan anjing saya ini yang bernama Frosty menjadi sangat dekat, apalagi anjing sangat setia kepada pemiliknya. Kemana-mana dia selalu bersama saya.


Ketika Frosty mati di umur 11 tahun sayapun sedih sekali dan rasanya tidak sanggup untuk punya anjing lagi. Tetapi kata ayah saya kasihan anjing-anjing di luar sana yang butuh kasih sayang. Akhirnya setelah saya melewati masa berkabung sekitar setahun, saya membeli seekor anjing lagi yang saya beri nama Ewok. Ewok juga sama seperti Frosty, kemana-mana selalu mengekor saya sampai-sampai ayah saya mengatakan bahwa kami seperti bumi dan bulan karena dia selalu ada di orbit saya. Ketika Ewok mati di umur 10 tahun saya rasanya ambruk dalam kesedihan yang luar biasa. Saya sampai berjanji tidak mau punya binatang peliharaan lagi. Saat itu saya sudah berusia 33 tahun dan saya memakai alasan sibuk untuk tidak melanjutkan mempunyai hewan peliharaan.


Fast forward to the year 2021. Saya berusia 44 tahun dan seluruh dunia dilanda pandemi akibat virus Covid-19 dari Maret 2020. Di bulan Agustus 2021 saya dan suami memutuskan untuk relokasi keluar Jakarta dan pindah sementara ke Gili Trawangan, suatu pulau kecil di Lombok, karena seluruh pekerjaan kami berubah format menjadi online. Kami menyewa sebuah villa yang datang bersama seekor kucing yang bernama Hildegard atau pendeknya Hilde.


Awalnya Hilde belum menunjukkan kedekatannya ke kami; dia hanya masuk ke teras untuk makan, selebihnya dia selalu pergi entah kemana atau tidur di pendopo yang letaknya di ujung kebun. Karena saya terbiasa dengan kelakuannya anjing yang sangat mudah ditebak saya jadi penasaran dengan pola hidup Hilde. Kemanakah dia pergi jika tidak pulang semalaman? Kenapa dia tidak pernah membuntuti saya? Dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain timbul karena begitu berbedanya kucing dengan anjing. Saya jadi berusaha mengingat-ingat lagi tingkah laku kucing-kucing saya dulu, tetapi yang saya ingat hanyalah mereka sering sekali tidur.


Setelah sebulan kami di Trawangan, Hilde mulai mendekat ke ruang tengah tempat kami berkegiatan. Sayapun semakin penasaran dengan pola hidupnya yang tampak semrawut. Setiap saya ada di villa pasti saya sempatkan diri untuk mengamati tingkah lakunya. Dia tidak punya tempat tidur, jadi tidur di mana saja, tapi dia selalu tidur dengan tenang. Sedangkan anjing pasti tidur di tempat tidur yang telah disediakan. Hilde juga makan di jam-jam yang terserah dia. Kadang pagi dia minta makan, kadang dia diam saja dan tidur terus. Kalau diperhatikan, rasanya nyaman juga ya hidup seperti Hilde dimana semua kegiatan terjadi dengan spontan, tanpa pola yang teratur.


Di bulan September Hilde mulai senang duduk atau tiduran di kaki saya saat saya bekerja di meja makan atau nonton TV. Kami mulai menikmati waktu-waktu bersama. Tapi dari hasil pengamatan saya, Hilde tampak belum nyaman jika dipegang. Ini juga kebiasaan yang sangat berbeda dengan anjing yang selalu mau dielus setiap saat. Dengan Hilde saya belajar untuk tidak auto pilot dan menyamakan hewan-hewan peliharaan ini; jadi saya tidak pernah mengelus dia dengan tangan tapi saya biarkan dia menempelkan badannya ke kaki saya. Saya hanya mengelus Hilde dengan tangan jika saya rasa dia betul-betul nyaman. Jadi tentunya saya harus peka dengan mood dari si kucing ini.



Bisa dikatakan ilmu yoga dan meditasi sangat terpakai saat saya berinteraksi dengan Hilde. Saya jadi semakin belajar untuk mengobservasi tanpa bereaksi dan berteman dengannya tanpa ekspektasi apa-apa. Selain itu, dari Hilde saya juga belajar menghormati space yang dia perlukan untuk sendirian; karena yang menarik dia sering sekali perlu waktu sendiri. Dia bisa seharian duduk di pendopo tanpa sekalipun berinteraksi dengan saya padahal saya wara-wiri di dekatnya. Saya jadi sadar bahwa sayapun sering perlu space sendiri. Saya rasanya seperti diberikan cermin dan berkaca dari Hilde.


Di bulan keempat ini bisa dikatakan kami sudah menjadi sahabat. Dia sekarang sering mengeong untuk memanggil saya, bahkan menemani saya mengajar yoga online. Banyak sekali tingkah lakunya yang lucu dan menggemaskan. Sekarang setiap pagi hampir selalu dia memanggil saya untuk minta makan, walaupun tentunya ada juga hari-hari yang dia cuek dan tidur sampai siang. Tapi saya jadinya selalu bangun pagi untuk menyapanya. For me now, every moment counts to have an interaction with her. Terima kasih Hilde atas ilmunya yang sederhana tapi sangat menyentuh hati saya. Thank you for showing me many sides of me that I never realized.





Commenti


bottom of page